Sejarah
Candi
Sukuh, dilihat dari tahun pembuatannya, yaitu 1437 M, merupakan candi
Hindu termuda di Indonesia. Candi ini dibangun pada era kejatuhan
Majapahit yang didesak oleh bala tentara Islam Kesultanan Demak.
Situs candi yang dibangun oleh masyarakat Hindu
Tantrayana ditemukan kembali pada masa pemerintahan Britania Raya di
tanah Jawa pada tahun 1815 oleh Johnson, Residen Surakarta. Johnson
kala itu ditugasi oleh Thomas Stanford Raffles untuk mengumpulkan
data-data guna menulis bukunya The History of Java. Kemudian pada tahun
1842, Van der Vlis, yang berkewarganegaraan Belanda, meneliti
sisa-sisa bangunan tersebut. Dilanjutkan pada tahun 1864 – 1867,
Hoepermans menulis tentang candi ini. Inventarisasi dilakukan oleh
Knebel pada 1910 dan pemugaran dilakukan tahun 1928.
Dilihat
dari struktur bangunannya, bisa dibilang Candi Sukuh menyalahi pola
dalam buku arsitektur Hindu Wastu Widya. Di dalam buku itu, diterangkan
bahwa bentuk candi harus persegi dengan pusat persis di
tengah-tengahnya, dan yang di tengah itulah tempat yang paling suci.
Sedangkan ihwal Candi Sukuh ternyata menyimpang dari aturan-aturan itu.
Hal tersebut bukanlah sesuatu yang mengherankan, sebab ketika Candi
Sukuh dibuat, era kejayaan Hindu telah memudar, dan mengalami pasang
surut, sehingga kebudayaan asli Indonesia terangkat ke permukaan lagi
yaitu kebudayaan prasejarah zaman Megalitik, sehingga budaya-budaya asli
bangsa Indonesia tersebut ikut mewarnai dan memberi ciri pada Candi
Sukuh ini. Ketiga teras pada Candi Sukuh terbagi oleh jalan setapak yang
terbuat dari batu. Jalan batu di tengah pelataran candi ini langka
ditemui di candi-candi pada umumnya. Model jalan seperti itu hanya ada
di “bangunan suci” prasejarah zaman Megalitik.
Keistimewaan
Bentuk
Candi Sukuh yang berupa trapesium memang tak lazim seperti umumnya
candi-candi lain di Indonesia. Sekilas tampak menyerupai bangunan suku
Maya di Meksiko atau suku Inca di Peru. Candi ini juga tergolong
kontroversial karena adanya objek-objek lingga dan yoni yang
melambangkan seksualitas. Candi Sukuh terletak di lereng Gunung Lawu
pada ketinggian 910 meter di atas permukaan laut. Hawanya sejuk dan pada
musim hujan, kabut tebal selalu menyelimuti kawasan candi yang alamnya
indah ini.
Candi Sukuh sering dikatakan sebagai
candi yang paling erotis di seluruh dunia, dikarenakan banyaknya patung
dan relief lingga dan yoni, baik secara simbolis maupun naturalis.
Seperti patung seorang lelaki tanpa kepala sedang melakukan onani, atau
sebuah pahatan berbentuk rahim perempuan dengan pahatan-pahatan relief
dua sisi (kiri dan kanan). Bagian kiri menggambarkan manusia yang lahir
dengan sifat dan perilaku baik, sedangkan bagian kanan sebaliknya.
Candi
Sukuh terdiri dari tiga teras yang masing-masing dibatasi pagar. Pada
teras pertama terdapat gapura berbentuk trapesium dengan pintu masuk di
tengahnya. Kepala raksasa menghiasi bagian atas pintu masuk. Pada
lantainya terdapat relief phallus dan vagina. Pada gapura ini ada sebuah
candrasangkala dalam Bahasa Jawa yang berbunyi gapura buta abara wong.
Artinya dalam bahasa Indonesia adalah “gapura sang raksasa memangsa
manusia”. Kata-kata ini memiliki makna 9, 5, 3, dan 1. Jika dibalik maka
didapatkan tahun 1359 Saka atau tahun 1437 Masehi. Di lantai dasar
gapura ini, terdapat relief yang menggambarkan phallus berhadapan dengan
vagina. Relief ini mirip lingga-yoni dalam agama Hindu yang
melambangkan Dewa Siwa dengan istrinya (Parwati). Lingga-yoni merupakan
lambang kesuburan. Relief tersebut sengaja dipahat di lantai pintu masuk
dengan maksud agar bagi siapa saja yang melangkahi relief tersebut maka
segala kotoran yang melekat di badannya menjadi sirna sebab sudah
terkena “suwuk”.
Pada teras kedua, selepas pintu
gerbang terdapat batu berupa umpak dengan relief penunggang kuda dengan
payung kebesaran, empat sapi dan seseorang yang mengendarai gajah.
Masing-masing relief dipahatkan pada balok batu yang diletakkan di atas
pondasi batu. Gapura pada teras kedua sudah rusak dan tidak beratap.
Pada gapura tersebut terdapat candrasangkala berbunyi gajah wiku anahut
buntut, yang memiliki makna 8, 7, 3, 1 sehingga jika dibalik akan
didapatkan angka tahun 1378 Saka atau 1456 M. Jika bilangan ini benar,
maka ada selisih hampir dua puluh tahun dengan gapura di teras pertama.
Teras
ketiga berisi candi induk dengan pelataran besar dan beberapa relief di
sebelah kiri dan dua buah patung di sebelah kanan. Candi induk
menghadap ke barat dengan bentuk piramida terpancung. Di tengahnya ada
tangga menuju ke altar di atas. Dua buah patung yang terletak di sebelah
kanan adalah patung-patung Garuda yang merupakan bagian dari cerita
pencarian Tirta Amerta (air kehidupan) yang terdapat dalam kitab
Adiparwa, kitab pertama Mahabharata. Pada bagian ekor sang Garuda
terdapat sebuah prasasti. Kemudian sebagai bagian dari kisah pencarian
Tirta Amerta, di bagian ini terdapat pula tiga patung kura-kura yang
melambangkan bumi dan penjelmaan Dewa Wisnu. Bentuk kura-kura ini
menyerupai meja dan ada kemungkinan memang didesain sebagai tempat
menaruh sesajian. Sebuah piramida yang puncaknya terpotong melambangkan
Gunung Mandaragiri yang diambil puncaknya untuk mengaduk-aduk lautan
mencari Tirta Amerta.
Serangkaian relief di
bagian kiri depan candi induk diidentifikasi merupakan relief cerita
Kidung Sudhamala. Sudhamala adalah salah satu dari 5 ksatria Pandawa
atau yang dikenal dengan Sadewa. Disebut Sudhamala, sebab Sadewa telah
berhasil “merawat” Bathari Durga yang mendapat kutukan dari Batara Guru
karena perselingkuhannya. Sadewa berhasil “merawat” Bethari Durga yang
semula adalah raksasa betina bernama Durga atau sang Hyang Pramoni
kembali ke wajahnya yang semula yakni seorang bidadari kayangan bernama
Bethari Uma.
Pada bagian kanan depan candi induk
terdapat bangunan kecil yang disebut Candi Pewara. Di sebelah kanan
Candi Pewara ada bangunan berbentuk kotak datar dengan semacam tugu di
pojok kanan belakang. Jika kita ingin menuju ke candi induk yang suci
ini, maka kita harus melewati batuan berundak yang relatif lebih tinggi
dari batu berundak sebelumnya. Selain itu lorongnya juga sempit. Tepat
di atas candi utama di bagian tengah terdapat sebuah bujur sangkar yang
kelihatannya merupakan tempat menaruh sesajian. Di sini terdapat
bekas-bekas kemenyan, dupa, dan hio yang dibakar, sehingga terlihat
masih sering dipergunakan untuk bersembahyang.
Dari
Candi Sukuh, kita juga bisa menikmati panorama Gunung Lawu yang
demikian indahnya. Bahkan dalam perjalanan turun dari Candi Sukuh, kita
akan melewati hamparan kebun teh yang hijau bergunung-gunung di daerah
Kemuning.
Lokasi dan Fasilitas
Candi
Sukuh terletak di lereng Gunung Lawu yakni di Dukuh Berjo, Desa Sukuh,
Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, eks Karesidenan Surakarta,
Jawa Tengah. Candi ini berjarak kurang lebih 20 km dari kota
Karanganyar, 36 km dari Surakarta, dan 65 km di sebelah timur laut
Kota Yogyakarta. Lokasi Candi Sukuh juga berdekatan dengan lokasi situs
Candi Cetho dan beberapa lokasi air terjun. Jumog, merupakan air terjun
yang paling dekat dengan Candi Sukuh. Selain itu ada juga air terjun
Parang Ijo kurang lebih 2 km dari pertigaan Nglorok. Jika masih belum
puas, kunjungilah air terjun di Tawangmangu yang lebih besar dan lebih
terkenal.
Fasilitas yang terdapat di kompleks
wisata Candi Sukuh ini bisa dikatakan masih minim. Di sekitar candi,
kita hanya akan menemukan warung kecil di mana kita bisa menikmati
minuman hangat, jajanan, dan makanan (nasi rames) dengan menu sederhana,
serta beberapa toko kelontong kecil yang menjual makanan dan minuman
kemasan. Sehingga disarankan untuk membawa uang cash, pulsa HP, dan
mengisi bahan bakar kendaraan dengan cukup sebelum menuju kawasan Candi
Sukuh. Mungkin kita juga perlu membawa bekal makanan dan minuman sendiri
jika kita menginginkan menu makanan dan minuman tertentu.
Dari
titik terakhir yang bisa dijangkau kendaraan roda empat (mobil/bis),
kita masih harus menempuh perjalanan sejauh 1,9 km untuk mencapai Candi
Sukuh. Kecuali jika kita membawa kendaraan roda dua (motor) sendiri,
akan lebih enak untuk menyewa ojek, dikarenakan jalannya yang sangat
menanjak. Namun jangan khawatir, kita tidak perlu repot-repot
bernegosiasi untuk mencapai kesepakatan harga dengan tukang ojek. Di
sini terpampang jelas tarif resmi ojek ke berbagai tujuan. Untuk ke
Candi Sukuh cukup membayar Rp 5.000,-. Harga tiket untuk memasuki Candi
Sukuh adalah Rp. 2.500,- untuk orang Indonesia dan Rp. 10.000, - untuk
orang asing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar