Rabu, 15 Oktober 2014

Candi Sukuh


Erotisme Keindahan di Lereng Gunung Lawu
Sejarah   
Candi Sukuh, dilihat dari tahun pembuatannya, yaitu 1437 M, merupakan candi Hindu termuda di Indonesia. Candi ini dibangun pada era kejatuhan Majapahit yang didesak oleh bala tentara Islam Kesultanan Demak.
Situs candi yang dibangun oleh masyarakat Hindu Tantrayana ditemukan kembali pada masa pemerintahan Britania Raya di tanah Jawa pada tahun 1815 oleh Johnson, Residen Surakarta. Johnson kala itu ditugasi oleh Thomas Stanford Raffles untuk mengumpulkan data-data guna menulis bukunya The History of Java. Kemudian pada tahun 1842, Van der Vlis, yang berkewarganegaraan Belanda, meneliti sisa-sisa bangunan tersebut. Dilanjutkan pada tahun 1864 – 1867, Hoepermans menulis tentang candi ini. Inventarisasi dilakukan oleh Knebel pada 1910 dan pemugaran dilakukan tahun 1928.
Dilihat dari struktur bangunannya, bisa dibilang Candi Sukuh menyalahi pola dalam buku arsitektur Hindu Wastu Widya. Di dalam buku itu, diterangkan bahwa bentuk candi harus persegi dengan pusat persis di tengah-tengahnya, dan yang di tengah itulah tempat yang paling suci. Sedangkan ihwal Candi Sukuh ternyata menyimpang dari aturan-aturan itu. Hal tersebut bukanlah sesuatu yang mengherankan, sebab ketika Candi Sukuh dibuat, era kejayaan Hindu telah memudar, dan mengalami pasang surut, sehingga kebudayaan asli Indonesia terangkat ke permukaan lagi yaitu kebudayaan prasejarah zaman Megalitik, sehingga budaya-budaya asli bangsa Indonesia tersebut ikut mewarnai dan memberi ciri pada Candi Sukuh ini. Ketiga teras pada Candi Sukuh terbagi oleh jalan setapak yang terbuat dari batu. Jalan batu di tengah pelataran candi ini langka ditemui di candi-candi pada umumnya. Model jalan seperti itu hanya ada di “bangunan suci” prasejarah zaman Megalitik.
Keistimewaan   
Bentuk Candi Sukuh yang berupa trapesium memang tak lazim seperti umumnya candi-candi lain di Indonesia. Sekilas tampak menyerupai bangunan suku Maya di Meksiko atau suku Inca di Peru. Candi ini juga tergolong kontroversial karena adanya objek-objek lingga dan yoni yang melambangkan seksualitas. Candi Sukuh terletak di lereng Gunung Lawu pada ketinggian 910 meter di atas permukaan laut. Hawanya sejuk dan pada musim hujan, kabut tebal selalu menyelimuti kawasan candi yang alamnya indah ini.
Candi Sukuh sering dikatakan sebagai candi yang paling erotis di seluruh dunia, dikarenakan banyaknya patung dan relief lingga dan yoni, baik secara simbolis maupun naturalis. Seperti patung seorang lelaki tanpa kepala sedang melakukan onani, atau sebuah pahatan berbentuk rahim perempuan dengan pahatan-pahatan relief dua sisi (kiri dan kanan). Bagian kiri menggambarkan manusia yang lahir dengan sifat dan perilaku baik, sedangkan bagian kanan sebaliknya.
Candi Sukuh terdiri dari tiga teras yang masing-masing dibatasi pagar. Pada teras pertama terdapat gapura berbentuk trapesium dengan pintu masuk di tengahnya. Kepala raksasa menghiasi bagian atas pintu masuk. Pada lantainya terdapat relief phallus dan vagina. Pada gapura ini ada sebuah candrasangkala dalam Bahasa Jawa yang berbunyi gapura buta abara wong. Artinya dalam bahasa Indonesia adalah “gapura sang raksasa memangsa manusia”. Kata-kata ini memiliki makna 9, 5, 3, dan 1. Jika dibalik maka didapatkan tahun 1359 Saka atau tahun 1437 Masehi. Di lantai dasar gapura ini, terdapat relief yang menggambarkan phallus berhadapan dengan vagina. Relief ini mirip lingga-yoni dalam agama Hindu yang melambangkan Dewa Siwa dengan istrinya (Parwati). Lingga-yoni merupakan lambang kesuburan. Relief tersebut sengaja dipahat di lantai pintu masuk dengan maksud agar bagi siapa saja yang melangkahi relief tersebut maka segala kotoran yang melekat di badannya menjadi sirna sebab sudah terkena “suwuk”.
Pada teras kedua, selepas pintu gerbang terdapat batu berupa umpak dengan relief penunggang kuda dengan payung kebesaran, empat sapi dan seseorang yang mengendarai gajah. Masing-masing relief dipahatkan pada balok batu yang diletakkan di atas pondasi batu. Gapura pada teras kedua sudah rusak dan tidak beratap. Pada gapura tersebut terdapat candrasangkala berbunyi gajah wiku anahut buntut, yang memiliki makna 8, 7, 3, 1 sehingga jika dibalik akan didapatkan angka tahun 1378 Saka atau 1456 M. Jika bilangan ini benar, maka ada selisih hampir dua puluh tahun dengan gapura di teras pertama.
Teras ketiga berisi candi induk dengan pelataran besar dan beberapa relief di sebelah kiri dan dua buah patung di sebelah kanan. Candi induk menghadap ke barat dengan bentuk piramida terpancung. Di tengahnya ada tangga menuju ke altar di atas. Dua buah patung yang terletak di sebelah kanan adalah patung-patung Garuda yang merupakan bagian dari cerita pencarian Tirta Amerta (air kehidupan) yang terdapat dalam kitab Adiparwa, kitab pertama Mahabharata. Pada bagian ekor sang Garuda terdapat sebuah prasasti. Kemudian sebagai bagian dari kisah pencarian Tirta Amerta, di bagian ini terdapat pula tiga patung kura-kura yang melambangkan bumi dan penjelmaan Dewa Wisnu. Bentuk kura-kura ini menyerupai meja dan ada kemungkinan memang didesain sebagai tempat menaruh sesajian. Sebuah piramida yang puncaknya terpotong melambangkan Gunung Mandaragiri yang diambil puncaknya untuk mengaduk-aduk lautan mencari Tirta Amerta.
Serangkaian relief di bagian kiri depan candi induk diidentifikasi merupakan relief cerita Kidung Sudhamala. Sudhamala adalah salah satu dari 5 ksatria Pandawa atau yang dikenal dengan Sadewa. Disebut Sudhamala, sebab Sadewa telah berhasil “merawat” Bathari Durga yang mendapat kutukan dari Batara Guru karena perselingkuhannya. Sadewa berhasil “merawat” Bethari Durga yang semula adalah raksasa betina bernama Durga atau sang Hyang Pramoni kembali ke wajahnya yang semula yakni seorang bidadari kayangan bernama Bethari Uma.
Pada bagian kanan depan candi induk terdapat bangunan kecil yang disebut Candi Pewara. Di sebelah kanan Candi Pewara ada bangunan berbentuk kotak datar dengan semacam tugu di pojok kanan belakang.  Jika kita ingin menuju ke candi induk yang suci ini, maka kita harus melewati batuan berundak yang relatif lebih tinggi dari batu berundak sebelumnya. Selain itu lorongnya juga sempit. Tepat di atas candi utama di bagian tengah terdapat sebuah bujur sangkar yang kelihatannya merupakan tempat menaruh sesajian. Di sini terdapat bekas-bekas kemenyan, dupa, dan hio yang dibakar, sehingga terlihat masih sering dipergunakan untuk bersembahyang.
Dari Candi Sukuh, kita juga bisa menikmati panorama Gunung Lawu yang demikian indahnya. Bahkan dalam perjalanan turun dari Candi Sukuh, kita akan melewati hamparan kebun teh yang hijau bergunung-gunung di daerah Kemuning.
Lokasi dan Fasilitas
Candi Sukuh terletak di lereng Gunung Lawu yakni di Dukuh Berjo, Desa Sukuh, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, eks Karesidenan Surakarta, Jawa Tengah. Candi ini berjarak kurang lebih 20 km dari kota Karanganyar, 36 km dari Surakarta, dan 65 km di sebelah timur laut Kota Yogyakarta. Lokasi Candi Sukuh juga berdekatan dengan lokasi situs Candi Cetho dan beberapa lokasi air terjun. Jumog, merupakan air terjun yang paling dekat dengan Candi Sukuh. Selain itu ada juga air terjun Parang Ijo kurang lebih 2 km dari pertigaan Nglorok. Jika masih belum puas, kunjungilah air terjun di Tawangmangu yang lebih besar dan lebih terkenal.
Fasilitas yang terdapat di kompleks wisata Candi Sukuh ini bisa dikatakan masih minim. Di sekitar candi, kita hanya akan menemukan warung kecil di mana kita bisa menikmati minuman hangat, jajanan, dan makanan (nasi rames) dengan menu sederhana, serta beberapa toko kelontong kecil yang menjual makanan dan minuman kemasan. Sehingga disarankan untuk membawa uang cash, pulsa HP, dan mengisi bahan bakar kendaraan dengan cukup sebelum menuju kawasan Candi Sukuh. Mungkin kita juga perlu membawa bekal makanan dan minuman sendiri jika kita menginginkan menu makanan dan minuman tertentu.
Dari titik terakhir yang bisa dijangkau kendaraan roda empat (mobil/bis), kita masih harus menempuh perjalanan sejauh 1,9 km untuk mencapai Candi Sukuh. Kecuali jika kita membawa kendaraan roda dua (motor) sendiri, akan lebih enak untuk menyewa ojek, dikarenakan jalannya yang sangat menanjak. Namun jangan khawatir, kita tidak perlu repot-repot bernegosiasi untuk mencapai kesepakatan harga dengan tukang ojek. Di sini terpampang jelas tarif resmi ojek ke berbagai tujuan. Untuk ke Candi Sukuh cukup membayar Rp 5.000,-. Harga tiket untuk memasuki Candi Sukuh adalah Rp. 2.500,- untuk orang Indonesia dan Rp. 10.000, - untuk orang asing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar