Di saat orang orang sibuk menyembelih hewan Qurban, aku malah memilih
berkorban panas-panasan gara-gara kurang kerjaan. Ide dadakan
jalan-jalan tapi nggak jauh dari rumah tercetus dengan spontan.
Pagi itu sambil santai aku bilang ke El, “Ehh kapan kapan ke Taman
Anggrek yuk? Pengen motret motret”, Ujarku sambil main game ‘Bakery
Story’.
El yang lagi ngubek ngubek laptop menjawab sambil lalu, “Kenapa nggak sekarang aja? mumpung gak ada acara nih”.
Aku malah kaget, kok niatan itu bisa disambut secepat itu, “Ohhh ya
udah tapi jam 12an aja ya?!”, Sahutku agak ragu-ragu alias plin plan.
*****
Dan akhirnya kita berdua menuju ke Taman Anggrek Indonesia Permai.
Letaknya tepat di sebelah TAMINI SQUARE atau di depan kantor Jasa Marga.
Asli Jakarta panas banget tapi jalanan nggak terlalu padat lantaran
long weekend, semua orang kabur ke luar kota.
Walau memakai nama Taman Mini namun sebenarnya TAIP ini tidak berada
di area TMII. Masih 1 km menuju pintu 1 TMII sebelum Masjid At-Tin. Nah
naik angkot di sini rasanya harus pakai uang pas ya? Karena supir bisa
saja curang. Tarif biasa perorang 3000 nah lantaran duitnya 10.000 dia
kasih kembalian 2000 alias satu orang 4000 padahal jaraknya tidak
terlalu jauh. Yaa mungkin juga karena tanggal merah ya?!
Di bagian depan Taman Anggrek kita akan disambut hamparan parkiran
yang memanjang dengan pohon Kamboja Bali namun menurutku kok masih
berkesan terik yaa? Namun area parkir ini sangat luas mungkin bisa
menampung 500 mobil. Nah bagi pengunjung biasa tidak ada pembayaran
namun mobil dikenai tarif 3000 dan motor 2000.
Lorong menuju area bunga dan tanaman berbentuk gapura Bali dengan
relief dari semen. Di sepanjang lorong itu dipasangi atap fiberglass
dilapisi jaring dan saat berjalan di lorong itu persis berada di ruang
sauna atau mungkin seolah kita jongkok di dekat wajan abang gorengan
yang sangat panas banget. Di area ini dihiasi beberapa tempat sampah
berbentuk kodok lagi mangap, asli nggak banged deh.
Sebagai orang yang kerap berada di lingkungan arsitektur dan disain
interior sejujurnya aku penasaran siapa sih orang yang membuat disain
Taman Anggrek? Sangat nggak bagus dan tidak nyaman.
Pertama lantai keramik ala DUFAN itu ya? Yang mengisi area lorong
dari gerbang masuk. Kenapa nggak pakai batu alam? Atau koral sikat yang
lebih back to nature. Lalu atap fiber yang membuat lorong itu jadi mesin
sauna, harusnya bisa dengan jenis lain yang lebih memantulkan panas.
Belum lagi bak sampah model kodok mangap itu! Serasa ini taman
kanak-kanak. Tapi ini menurutku sih, mungkin secara umum ya sudah
lumayan atau masih bisa diterima.
Di ujung lorong ada gedung Puspa Pesona Yang disewakan untuk berbagai
acara termasuk pernikahan namun gedung serba guna ini tergolongbiasa
dan tidak terlalu besar, namun cukup rapih.
Ada beberapa pertanyaan yang bendol ning ubun-ubunku soal disain yang
sebutlah proyek berbau pemerintah. Mereka selalu ambil tema Jawa dan
Bali (walau banyak detail indah dari Sabang sampai Marauke) dan hasilnya
selalu katrok. Sebut saja Soekarno Hatta Airport dan juga Taman Anggrek
Indonesia Permai. Sementara saat kita lihat tema yang sama yang dipakai
untuk resort kok bisa tampil indah penuh selera? Kalau bicara biaya
kita semua tahu lah proyek gini selalu nyebut nol banyak sing pating
gelinding kae, mbuh ah!
Andai dibuat lebih nuansa alam dan cukup penghijauan (pohon) yang
memadai, aku yakin ini tempat bisa ramai. Anggap saja jadi taman bunga
walau sebenarnya ini tempat menjual bunga dengan anggrek mendominasi.
Nggak masalah pengunjung dipungut biaya jadikan saja sebagai tempat
alternatif wisata yang diminati dengan konsep taman atau hutan kota, it
would be nice.
Di kiri kanan sudah ada LOT yang dipasangi pagar jaring yang
masing-masing cukup luas. Semua ada 20 LOT. Dari 20 itu yang masih eksis
tak lebih dari 10. Dari 10 yang paling ‘subur’ dan banyak menjual
koleksi anggrek sekitar 3 tempat saja. Sisanya hidup segan mati tak mau
dan yang sisa dari 10 itu kosong melompong. Dari lorong saat kita masuk
letak yang paling komplit ada di bagian Kiri dan itu sebenarnya
melingkar hingga akan berakhir di lorong yang tadi kita masuk (di sisi
Kanan).
Menurut penjualnya walau nampak sepi namun setiap harinya selalu ada
pembeli. Pelanggannya jelas menengah atas. Namun sering juga pengunjung
yang datang hanya sekedar cuci mata dan mengagumi keindahan anggrek yang
sejujurnya memang sangat cantik-cantik.
Jalan menuju LOT demi LOT tidak dilindungi pepohonan jadi sangatlah
panas. Pohon yang ditanam seadanya kebanyakan cemara yang tumbuhnya
tidak bagus, harusnya pengelola bisa memakai pohon pohon pelindung yang
lebih baik. Bentuk bangunan yang secara umum lebih menyerupai aula-aula
di Kelurahan itu tidak memberi kesan Taman Anggrek ini sebuah tempat
yang indah. Hanya pagar utama saja yang dibuat bergaya Bali.
Semasa Ibu Tien masih hidup, tempat ini bisa dibilang subur, terawat
dan komplit. Waktu itu anggrek yang ada di sini ya dari seluruh
Nusantara. Belum lupakan? Kalau Bu Tien penggila anggrek. Nah sejak Bu
Tien tiada, taman ini seperti tidak lagi terawat sesuai standart.
Komplek penjualan tanaman Anggrek ini dikelola Yayasan Harapan Kita.
Sungguh aneh tapi nyata Yayasan sebesar itu tidak sanggup mengelola
Taman Anggrek menjadi lebih indah dan menjadi tujuan wisata dengan
standart internasional dan promosi yang gencar, sungguh sebenarnya
dengan adanya Taman Anggrek Indonesia Permai kita berkesempatan belajar
tentang tumbuhan khususnya anggrek.
Saat memasuki ‘toko’ yang masih ‘hidup’, mata kita langsung disambut
aneka jenis anggrek. Cantik-cantik sekali. Ingin rasanya memindahkan
semua itu ke halaman rumah kita. Harga di sini mulai 35.000an hingga
jutaan. Secara umum di kisaran 120.000 ke 250.000.
Anggrek ada dua sifat tumbuhnya, yang tahan matahari langsung dan
yang butuh atap jaring demi menyaring matahari menjadi 40 – 50% saja.
Yang tumbuh dengan cara hydroponik dan itu bisa disiram 2x seminggu dan
harus terlindung dengan sinar matahari sekitar 40 – 50% tadi.
Aku memotret dengan camera pocket dan El memakai DSLR. Penjualnya
ramah dan mengizinkan kami di situ sampai puas walau tidak membeli.
Pedagang ini juga berkisah bahwa semasa Ibu Tien masih hidup sistim
sewanya lebih ringan lalu perhatian pengelola akan taman ini sangat
optimal. Kalau sekarang?? Silahkan dinilai sendiri saja.
Saat di area yang penuh bunga ini aku rasanya betah, malah sok ngebayangin duduk di bangku kayu sambil ngopi dan baca buku.
Tapi yang tadi sempet agak aku keluhkan itu bukan berarti buruk
sekali lho, andai pengelola menanam pohon lebih semarak, menata taman
taman publik di area TAIP hingga asri juga kolam ikan alami maka Taman
Anggrek ini akan lebih pantas disebut TAMAN.
Melihat penjual tanaman di pinggir jalan let say di kawasan Senayan,
kok sepertinya lebih segar dan hijau ya?? Well aku kan cuma sok tahu,
tapi ya walau sok tahu aku tetep akan bilang Taman ini HARUS berubah
tampilan dan jadikan saja tempat penampungan penjual tanaman pinggir
jalan namun anggrek tetap menjadi dagangan utama, yakin deh malah banjir
pengunjung.
Petugasnya ramah dan sopan, para pedagangnya juga sama. Itu sebuah
nilai penting menurutku. Dan jangan ragu tawar menawar. Si pedagang
masih agak ingat tampangku yang beberapa kali pernah belanja di sini dan
kita terlihat obrolan ringan mengingat beberapa tahun lalu aku membeli
sekitar 15 jenis anggrek hingga hampir 1,5 juta dan semua mati. Salah
satunya anggrek hitam dari Irian. Si Pedagang tertawa dan dia memberi
tips agar aku memperhatikan media tanam dan sesuaikan mana yang harus di
bawah pelindung dan mana yang bebas terkena matahari.
Aku manggut-manggut sok paham padahal sih yaa gitu deh otakku blank
alias pintar-pintar bodoh. Yang jelas saat mood lagi jelek, rasanya
‘kabur’ ke salah satu ‘LOT’ anggrek ini cukup bagus ya. Mata bisa
dihibur aneka warna anggrek yang cantik sambil baca buku dan bawa bekal.
Beli saja satu anggrek murah buat basa basi terus permisi numpang duduk
sambil ngopi, yakin Pedagangnya mengizinkan apalagi kita berbagi kopi
sama dia (aku pernah melakukan sekali tahun 2010 waktu aku depresi saat
tahu Alm Mama aku pertama kali ketahuan kena Diabetes hingga 780).
Andai Taman Anggrek ini dikelola dan ditata sesuai standart suatu
taman, wah yakin ini tempat paling mantab untuk dikunjungi. Boleh
berbelanja anggrek atau sekedar cuci mata atau sebagai tempat yang indah
untuk memperbaiki suasana hati yang lagi kacau.
2 jam di sana akhirnya aku dan El memutuskan pulang, suhu panas
akibat fiberglass dan minimnya ‘taman’ di area publik membuat kami segan
berlama-lama. Lagi pula ada segumpal kenangan saat aku berdiam di sini
dengan membawa 3 cangkir, satu termos kopi, satu kotak sandwich dan
sebuah buku, bermaksud lari dari kenyataan pahit bahwa Mama terserang
gula dan berjalannya waktu aku bolak balik jadi warga RSPP selama 3
tahun hingga Mama tiada. Tapi aku sudah tidak sedih karena semua sudah
takdir dan kelak saat aku harus kembali diam di sini …. itu bukan karena
lari dari kenyataan namun karena aku memang ingin memanjakan mata
dengan keindahan anggrek yang bermekaran.
Saat duduk di angkot kami melihat penjual tanaman di pinggir jalan di
sekitar Halim dan kami berdua sepakat kalau di situ lebih ASRI. Apapun
situasi di sana yang jelas bagi penggemar anggrek tempat itu sangat
tepat untuk selalu dikunjungi, walau koleksi yang dulu ribuan jenis
mungkin sekarang hanya seratusan sekian jenis saja.
Semoga ke depannya akan ada peremajaan dari Taman Anggrek Indonesia
Permai yang sudah resmi dibuka oleh Pak Harto di tahun 1993, demi
mengenang Alm Ibu Tien yang sangat mencintai anggrek. Dan entahlah, aku
ingin memasang gambar terakhir ini untuk Alm Mama yang semasa hidup
selalu bilang “Ih Mama suka anggrek warna itu deh”, Dan 10x dibeli
artinya 10x mati karena kami memang tidak pandai merawat anggrek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar