Rabu, 15 Oktober 2014

Jumprit Temanggung

Boma Nerakasura dengan arca Dwarapala bersenjatakan gada dan terdapat arca Hanoman di kiri gapura, ketiganya berfungsi sebagai simbol penjaga / penghalau dari segala hal  bersifat negatif yang hendak memasuki kawasan situs Umbul Jumprit. Bangunan yang telah berumur ratusan tahun itu memiliki Langgam arsitektur mirip dengan bangunan peninggalan Majapahit di Mojokerto ( Jawa Timur ). Setelah berjalan sekitar 100 meter ke dalam lokasi, terdapat simpang tiga dengan arca Dwarapala diantaranya, simpang yang kiri mengarah ke Umbul Jumprit sedangkan ke kanan menuruni tangga menuju ke makam Makam Panembahan Ciptaning Ki dan Nyi Nujum Majapahit. Nama Jumprit disebutkan dalam serat Centini, karya sastra para pujangga Jawa tahun 1815, “…Menurut cerita, beliau adalah : Seorang ahli nujum dari kerajaan Majapahit. Ada pula yang mengatakan, bahwa beliau adalah salah seorang putra Prabu Brawijaya raja Majapahit…”  Menurut Muhtasori, penjaga situs Umbul Jumprit. Cerita tentang Ki Jumprit diawali pada masa peralihan Islam, saat Demak berperang dengan Majapahit, Pangeran Singonegoro, penasehat Prabu Kertabumi Brawijaya V ( Raja Majapahit terakhir ) bertapa di sendang ini dengan ditemani dua pengikut setianya dan seekor Kera Putih kesayangannya, yang di beri nama Ki Dipo. Pangeran Singonegoro yang kemudian bergelar Panembahan Ciptaning setelah bermeditasi sekian lama di sendang akhirnya meninggal. Namun ternyata sepeninggal tuannya, si Kera Putih itu tetap setia menunggui makam tuannya. Sedangkan kedua pengikut setianya mulai melakukan perjalanan ke arah barat, sebelum pada akhirnya mereka pun kembali lagi ke sendang ini lalu menetap sampai akhir hayatnya.
"...Makam Panembahan Ciptaning Kiai dan Nyi Jumprit... "
” …Yang pasti ada beberapa lokasi yang diyakini sebagai petilasan Ki Jumprit termasuk makam ini. Mata air dan Sendang Jumprit terletak di bawah gua, dimana mulut gua tersebut dirindangi sulur-sulur pepohonan di atasnya, air menetes dari sulur-sulur tersebut masuk ke dalam sendang. Di dalam gua terdapat tempat bersembahyang / meditasi dan kembali terlihat arca Hanoman dengan ukuran lebih kecil, berlumut, dan tampak sangat kuno. Kemudian diketahui bahwa itu bukanlah  arca Hanoman melainkan Ki Dipo. Terkadang para Bhiksu ataupun orang biasa yang bersemedi di dalam gua sendang itu, mengaku melihat sekelebatan kera putih yang bernama Ki Dipo tersebut , meskipun tak ada yang pernah mengaku melihatnya dengan sangat nyata. Kawanan kera yang kerap berada di sekitar wanawisata Umbul Jumprit pun diyakini merupakan keturunan Ki Dipo ( si Kera Putih ) hasil perkawinannya dengan seekor kera betina yang datang dari pegunungan Pleret. Hingga kini jumlah kera – kera  itu telah mencapai sekitar 20-30 ekor. Sendang Jumprit dipergunakan untuk keperluan tirakat / laku perihatin pengekangan diri bagi pengunjung dengan cara berendam di dalamnya. Air  Suci tersebut dipercaya Kaya akan Berkah dan Keberuntungan. Terdapat arca Batara Semar / Ismaya dan arca Bima yang sedang bertarung dengan Dewaruci di sekitar Sendang Jumprit. Sejak tahun 1987, Menjelang 3 hari sebelum perayaan waisak pada tiap tahunnya, para Bhiksu dari 9 aliran agama Budha bersama-sama ke Umbul Jumprit untuk berdoa dan mengambil air berkah dari mata air ini sebagai pembuka prosesi perayaan Waisak. Sebanyak 10.000 kendi air berkat di pendak / di ambil dari umbul Jumprit dan digunakan sebagai Tirta Suci untuk memerciki Umat Budha saat upacara puncak perayaan Tri Suci Waisak di Candi Borobudur.
"...Pengambilan Air Berkah Tri Suci Waisak oleh para Bhiksu Budha..."
Salah satu alasannya adalah karena air di Sendang Jumprit setelah diteliti oleh para Bhiksu, adalah air sendang yang paling murni dengan Kadar Spiritual paling bagus dari sendang-sendang lain yang ada di seluruh Indonesia. Kemurnian airnya menyebabkan Sendang Jumprit dipilih para Bhiksu Budha sebagai tempat untuk bermeditasi, tidak hanya dari Indonesia, melainkan juga dari Thailand maupun Srilanka. Dan memang menurut ahli dari Jerman yang pernah meneliti air sendang ini, ternyata air Jumprit paling sedikit mengandung unsur bakteri patogen. Awal keramaian obyek wisata ini terjadi sejak awal 1980-an, ketika banyak peziarah yang melakukan wisata spiritual di Makam Ki Jumprit di dekat Umbul Jumprit yang letaknya bersebelahan. Mereka bersemedi / meditasi di sekitar makam, kemudian diakhiri mandi Kumkum / Berendam di mata air yang tak pernah kering tersebut. Puncak keramaian perziarah biasanya terjadi pada dua hari keramat / suci menurut kepercayaan adat Jawa yaitu :…Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon ”. Apalagi jika waktu sudah meninggalkan pukul 24.00. Seusai kumkum, mereka membuang pakaian  sebagai symbol membuang kekotoran atau segala unsur negatif dan  sakit penyakit yang ada pada diri. Sehingga  di harapkan Keberkahan Hidup yang Baru pun kan datang menjelang. Pada malam Tahun Baru Jawa 1 Suro di tempat ini pun juga sangat ramai. Dengan didukung oleh atraksi wisata di Sendang Sidukun, yaitu tradisi Suran Traji dengan aneka ritual menebar Pusaka Pengantin Lurah Traji. Upacara ini sudah dilakukan sejak ratusan tahun lalu, yaitu berupa Kirab Lurah.
Untuk mencapai Wanawisata Umbul Jumprit dapat di tempuh dengan 3 jalur, dari arah Magelang, Semarang dan Jogjakarta melalui Kota Ngadirejo akan tiba di tugu Ngadirejo, ambil arah ke kiri kira-kira sejauh 8 km akan ada petunjuk yang mengarahkan ke wana wisata Jumprit. Jika perjalanan dilakukan dari arah Kendal, Weleri, dan Pekalongan dapat melewati jalur Candiroto kemudian ke arah Jalur Lingkar Jumprit, belok ke kanan pada perempatan besar sejauh 8 km.
"...Redaksi PENANTRA Bersama Bpk.Muhtasori Penjaga Situs Umbul Jumprit..."
Jalur ketiga merupakan jalur alternatif bagi yang berada di Wonosobo, melewati perkebunan teh Tambi kira-kira sejauh 10 km. Jika ingin menginap dikawasan ini tersedia Wisma Perhutani atau juga mendirikan tenda di bumi perkemahan. Wisatawan bisa menikmati udara segar dan indahnya pemandangan saat matahari terbit, Airnya juga dingin, jernih dan menyegarkan. Karena berada di Lereng Gunung Sindoro, hawa ditempat ini pun cukup dingin. Sehingga bagi para wisatawan yang hendak bermalam dianjurkan membawa Jaket penahan hawa dingin untuk Bertandang…”
Oleh : DP. Ganatri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar